Sebagai seorang mantansiswa, penulis pernah beberapa kali menemukan figur guru yang disegani, atau dalam bahasa gaulnya menemukan guru killer.
Jangankan bertemu, baru mengetahui bahwa hari itu ada mata pelajaran yang akan diajarkan oleh sang guru sudah membuat penulis merasa enggan untuk berangkat ke sekolah. Sebagai alternatif jika sudah berada di sekolah, biasanya penulis akan bolos mengikuti mata pelajaran yang melibatkan sang guru killer tersebut. Lucu juga rasanya jika mengingat masa-masa tersebut.
Selama bersosialisasi di lingkungan, penulis juga menemukan bahwa seorang guru killer tidak selamanya memiliki kepribadian yang menakutkan di luar kesehariannya sebagai seorang tenaga pengajar di kelas, karena ternyata beliau-beliau juga ternyata memiliki kepribadian yang hangat di lingkungan tempat mereka tinggal serta memiliki rumah tangga yang harmonis.
Lalu apa sajakah yang membuat siswa memberikan gelar guru killer kepada seorang guru ? Yuk mari simak bersama pembahasannya bersama-sama, tapi tunggu dulu...penjelasan kali ini benar-benar sangat subjektif dan bisa dipertanggungjawabkan, karena kami melibatkan opini dari kurang lebih 200 orang sahabat seangkatan sebelum menulis artikel ini.
Beberapa faktor yang membuat seorang siswa memberi gelar guru killer kepada seorang guru :
Pakaian dan Bahasa Yang Terlalu Formal Ketika Mengajar
Seorang guru memang seorang figur yang harus digugu dan ditiru. Kondisi demikian tentunya sedikit banyak menuntut mereka untuk tampil penuh kharisma di hadapan para siswa sehingga beliau-beliau berusaha untuk menunjukkan wibawanya dengan harapan bisa menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif.
Tapi bagi kami yang notabene seorang siswa yang tidak terlalu mengenal kepribadian setiap guru akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi seperti itu. Belum lagi ditambah dengan kondisi lingkungan tempat tinggal, suasana keluarga maupun riwayat kehidupan yang berbeda tentunya akan mempengaruhi kenyamanan belajar juga.
Dan untuk menjawab kondisi rumit yang dihadapi para siswa tersebut seorang guru harus bisa menyelami bahwa puluhan siswa yang berada di hadapan mereka itu memiliki kebiasaan, karakter, dan aspek lain yang akan menimbulkan beragam persepsi pula.
Namun ada tips jitu yang bisa membuat sebagian siswa tidak menganggap seorang guru sebagai guru killer, yakni menyajikan mata pelajaran dengan penuh kehangatan. Perlakukan para siswa sebagaimana anak sendiri, sertai dengan tutur kata yang humoris tanpa keluar dari konsep belajar mengajar itu sendiri, bagi kami itu sudah cukup.
Lalu kenapa pakaian dan bahasa yang terlalu formal ketika mengajar bisa menyebabkan seorang guru di cap sebagai guru killer ?
Para siswa adalah penduduk Indonesia yang masih kental dengan pola hidup sederhana. Tentunya akan menjadi sebuah hal yang janggal bahkan menakutkan jika seorang guru berdandan dan berbicara terlalu formal ketika mengajar.
Akan lebih baik jika setiap pengajar menyisipkan metafora dan perumpamaan yang lumrah dan bisa dipahami oleh sebagian atau keseluruhan siswa.
Seorang guru juga semestinya bisa mengetahui secara detail mengenai apa yang disukai oleh para siswa, sehingga suasana mengajar yang menyenangkan akan didapatkan jika diawali oleh pemahaman guru terhadap kepribadian sebagian besar siswa.
Terlalu Memprioritaskan Angka dan Rumus
Beberapa guru yang mengajar mata pelajaran kategori exact lebih banyak yang mendapat gelar sebagai guru killer, dan itu sepertinya masih lekat hingga sekarang.
Ketika duduk di bangku SMP, penulis menyukai Fisika dan Matematika bukan karena kedua pelajaran tersebut melibatkan angka, namun karena kedua orang guru bisa menciptakan suasana mengajar yang hangat, komunikatif dan interaktif.
Penyampaian materi belajar dibawakan secara humoris, sehingga angka, rumus dan formula yang ribet pun seperti sepotong martabak yang terasa manis untuk dinikmati.
Hingga kini, kami sebagai penulis selalu merindukan sosok guru tersebut, dia bisa mengumpamakan angka dan rumus dalam bentuk lain. Sehingga kami bisa memahami sekaligus menjadi lebih dewasa dalam mengikuti pembelajaran. Dan ketika beberapa tahun kemudian beliau dipanggil yang Maha Kuasa, kami tak kuasa untuk tidak mengantarnya hingga ke pembaringan terakhir untuk memanjatkan doa kepada-Nya.
Angka dan rumus itu memang pasti dan terkesan tidak bisa diubah, namun dengan penyajian dan metode mengajar yang menarik, kami bisa tetap fokus ke CO2 meskipun beliau mengumpamakan CO2 sebagai karbondioksida.
Mengajukan Pertanyaan Dengan Mata Tajam, Bahkan Melotot
Ini adalah salah satu karakter guru killer yang seringkali dibenci oleh sebagian besar siswa. Seorang guru memang memiliki cita-cita bahwa para murid bisa memahami materi yang diajarkan.
Tapi ketika seorang guru mengajar kemudian mengajukan pertanyaan dengan tatapan mata tajam, jangan harap ada jawaban yang sesuai dengan harapan. Sebab konsentrasi akan seketika buyar jika para siswa dihadapkan dengan kondisi seperti itu.
Tatapan mata tajam hanya akan menimbulkan kesan negatif dalam hati para siswa. Mereka akan merasa dianggap tidak memiliki kemampuan, mereka akan dianggap direndahkan, dan mereka juga akan kehilangan konsentrasi belajar.
Kondisi familiar yang menyenangkan semestinya diprioritaskan. Mengajukan pertanyaan untuk keseluruhan siswa disertai dengan senyuman justru akan membuat para siswa berlomba untuk menjawab pertanyaan yang diajukan, karena para siswa merasa tidak dihakimi atau ditekan. Karena pada dasarnya para siswa bisa memahami materi yang diajarkan, dan guru membutuhkan kesabaran untuk membimbing para siswa untuk mengerti.
Memberikan Pekerjaan Rumah Yang Terlalu Membebani Secara Materi
Entah kenapa pekerjaan rumah seringkali dihubungkan dengan materi, misalnya pekerjaan rumah harus dikirimkan melalui email. Hal ini tentunya akan membebani para siswa yang memiliki keterbatasan. Seorang guru perlu mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki orang tua yang berkecukupan, dan itu sebaiknya mendapatkan prioritas.
Meskipun tujuan akhirnya baik, namun memberikan tugas yang terlalu membebani secara materi dikarenakan pihak pengajar memiliki waktu yang terbatas bukanlah sebuah solusi yang baik jika dilakukan terlalu sering dalam jangka panjang.
Pekerjaan rumah itu harusnya tidak mengganggu aktivitas siswa ketika berada di rumah, dan itu bisa diwujudkan dengan memberikan pekerjaan rumah dengan porsi yang proporsional.
Membayangkan seorang siswa sebagai anak yatim piatu yang harus membantu beberapa adiknya adalah salah satu contoh yang layak dipertimbangkan, sehingga pada akhirnya tetap tercipta keharmonisan antara siswa dan guru sebagai pengajar.
Memberikan Hukuman Fisik dan Non Fisik Yang Tidak Rasional
Selain aktivitas belajar mengajar yang tidak kondusif, gelar guru killer bisa disandang oleh guru manapun ketika beliau memberikan hukuman fisik maupun non fisik yang tidak rasional.
Seorang siswa yang terlambat datang ke sekolah maupun terlambat masuk kelas tidak semestinya diberikan hukuman fisik, misalnya push-up, dijemur di lapangan atau disuruh memunguti sampah.
Meskipun hukuman tersebut diberikan untuk menciptakan efek jera, tapi seorang guru haruslah bijaksana. Sebuah hukuman jangan hanya melihat secara sepihak berdasarkan kesalahan siswa saja, karena keterlambatan seperti itu tentunya berhubungan dengan faktor eksternal di luar sekolah, dan guru harus melakukan investigasi sebelum menjatuhkan hukuman.
Jika seorang guru sudah bersikap dan bertindak bijaksana, maka dia akan menjadi guru favorit meskipun dia memiliki kemampuan menyampaikan materi belajar yang (maaf) kurang sesuai dengan harapan sebagian besar siswa.
Mungkin sampai disini dulu pembahasan mengenai tips sederhana untuk membuang gelar sebagai guru killer. Kami berharap artikel ini bisa memberikan manfaat dan tambahan wawasan serta pengalaman untuk kita semua. Amin
No comments:
Post a Comment